Sebahagian terbesar umat Islam di Indonesia dewasa ini patut ditenggarai
hanya mengetahui mazhab2 dilingkungan umat Islam sepanjang mengenai adanya Mazhab
Syafi’i (hampir seluruh umat Islam di Indonesia bermazhab ini), Mazhab Maliki,
Mazhab Hanbali dan Mazhab Hanafi. Di bidang apakah mazhab2 itu ? Apakah masih
ada mazhab2 lainnya diluar ke-4 mazhab tersebut? Hampir sebahagian terbesar
umat Islam di Indonesia tidak memahaminya.
Padahal anatomi mazhab2 umat Islam tidaklah sesederhana itu.
Segera setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, umat Islam terbelah menjadi 3
(tiga) golongan karena perbedaan pandangan politik, khususnya berkaitan tentang
siapakah yang berhak meneruskan kepemimpinan Umat Islam Pasca Rasulullah
SAW. Ketiga golongan itu adalah 1).
Golongan Ahlussunah wal Jama’ah (atau disebut juga “Suni”) 2). Golongan Ahlul
Bayt atau Syiah Itsna ‘Asyariyyah/ Syiah Duabelas Imam ( atau disingkat
“Syiah”), dan 3). Golongan Khawarij. Tetapi yang masih ada sampai kini tinggal
Golongan Suni ( 2/3 dari seluruh umat Islam di dunia) dan Golongan Syiah (1/3
umat Islam di dunia), sedangkan Golongan Khawarij sudah tidak ada lagi.
Kemudian sejak awal Abad ke-2 Hijriyah dikalangan umat Islam bermunculan
berbagai aliran pemikiran atau Mazhab (School of Thought) sejalan dengan cabang2
Ajaran Islam.
Kemunculan berbagai mazhab ini khususnya terjadi pada Golongan Suni,
karena tidak adanya Otoritas Keagamaan pada golongan ini, sehingga setiap ulama
pada prinsipnya dapat mengeluarkan fatwa berdasarkan pendapatnya sendiri2
(ijtihad). Akibatnya dilingkungan Suni muncul berbagai aliran pandangan pada
setiap cabang ajaran Islam.
Sementara itu Golongan Syiah tetap bisa mempertahankan keutuhan sistem
keagamaannya, karena disini terdapat Otoritas Keagamaan yang diakui dan di
taati oleh seluruh komunitas Syiah, yaitu Para Imam Ahlul Bayt Keturunan Nabi
Muhammad SAW. Segala sesuatu yang berkenaan dengan cabang2 Ajaran Islam harus dikembalikan kepada Para Imam yang
memberikan jawaban melalui fatwa-2 nya. Memang ada juga sebagian kecil dari
Golongan Syiah yang memisahkan diri dan membentuk pengelompokan sendiri,
misalnya Golongan Zaidiyyah dan Golongan Fatimiyah. Namun secara aqidah, akhlak
dan fiqh (Cabang2 Ajaran Islam) kedua golongan yang memisahkan diri itu tidak
ada perbedaannya dengan mainstream Golongan Syiah (Duabelas Imam).
Tulisan bertujuan sekedar memberikan pengenalan atas keberadaan mazhab2
yang ada dilingkungan Umat Islam sejalan dengan cabang2 Ajaran Islam.
3 Cabang Ajaran Islam
Sebagaimana telah diketahui bahwa Ajaran Islam terdiri atas 3 cabang
ajaran, yaitu :
1. Aqidah atau Doktrin,
yang meliputi subyek2 yang harus dimengerti dan di-imani, seperti : keberadaan
Allah, ke-esaan Allah, sifat2 Allah, ke-nabian yang sifatnya universal dan
seterusnya (Tauhid dan Nubuwah)
2. Akhlak atau Moral, yang
meliputi subyek2 yang dianjurkan/direkomendasikan untuk di amalkan
(dilaksanakan) berkaitan dengan karakteristik spiritual dan akhlak/moral
manusia, seperti: adil, taqwa, berani, arif, bersahaja (zuhud), bersih, sabar,
setia, jujur, dapat dipercaya, menjaga amanat dan seterusnya.
(Pemurnian/pembersihan/penyucian diri/hati).
3. Hukum
atau Fiqh, yang meliputi subyek2 yang berkaitan dengan
cara yang benar dan harus diikuti di dalam menjalankan shalat, puasa, haji,
zakat, jihad, ber-amar ma’ruf nahi munkar, jual-beli, sewa-menyewa, menikah,
bercerai pembagian warisan dan seterusnya. (Syariat).
Mazhab dan Cabang Ajaran
1. Mazhab Fiqh
Tulisan ini sengaja memulainya dari urutan terbawah, dengan pertimbangan
bagian ini mungkin yang paling banyak diketahui oleh umat Islam di Indonesia
dewasa ini.
Golongan Suni:
Berkenaan dengan cabang Ajaran Fiqh, dikalangan Suni pada awalnya
bermunculan puluhan Mazhab Fiqh, namun karena intervensi Penguasa Islam dimasa
lalu, maka mazhab fiqh yang tinggal hanya 4 (empat) mazhab, sedangkan yang
lainnya hilang karena tidak mendapat dukungan dari Penguasa Islam. Adapun ke-4
mazhab fiqh itu adalah Mazhab Maliki, Mazhab Hanbali, Mazhab Syafi’i dan Mazhab
Hanafi.
Selain memiliki perbedaan2 yang cukup mendasar seputar aspek2 fiqh di
antara ke-4 mazhab itu, ternyata secara internal masing2 mazhab juga memiliki
perbedaan yang cukup besar. Misalnya pandangan fiqh Mazhab Syafi’i yang berkembang
di Mesir berbeda dengan pandangan fiqh Mazhab Syafi’i yang berkembang di Yaman
(kemudian menyebar ke Indonesia).
Demikian juga pandangan fiqh Mazhab Hanbali di Iraq berbeda dengan yang ada di
Jazirah Arab. Demikian seterusnya, sehingga pada masing2 mazhab fiqh ini juga
masih terdapat variasi2 yang cukup besar perbedaannya.
Golongan Syiah:
Syiah tidak mengenal adanya mazhab dalam Cabang Ajaran Fiqh, karena
semuanya masalah fiqh berpulang kepada fatwa Para Imam Ahlul Bayt as. Memang
didalam penyebutan se-hari dikalangan non-Syiah sering dikatakan bahwa mazhab
fiqh golongan Syiah dinamakan Mazhab Ja’fari yang diambil dari nama Imam Ja’far
Shadiq as, Imam ke-6 dari urutan ke-12 Imam Syiah.
Hal ini se-mata-2 karena Imam Ja’far Shodiq banyak mendakwahkan soal-2
fiqh, sehingga pendapatnya banyak dijumpai pada bahan2 tertulis. Dan pandangan
fiqh Imam Ja’far Shodiq as tersebut tidak ada bedanya sama sekali dengan
pandangan Imam2 Ahlul Bayt yang sebelumnya maupun sesudahnya.
2. Mazhab Akhlak
Golongan Suni:
Kajian Ahlak disebut sebagai Tasawuf
meliputi banyak mazhab atau Tarekat yang
masing2 berdiri sendiri, seperti antara lain mazhab2: Zuhd, Kasyf &
Makrifat, Ittihad & Hulul, al-‘Isyraq, al-Hubb, Suluk, Akhlaq, Wahdah
al-Wujud.
Berbagai mazhab Tasawuf di masyarakat Suni ini pada hakekatnya dapat
dibedakan ke dalam 2 kelompok, yaitu Tasawuf
Akhlaqi dan Tasawuf Amali. Pada awalnya tawasuf Suni menolak pendekatan
syariat (fiqh) dan kalam (aqidah), sehingga kalangan Fuqaha (Ahli Fiqh) Suni
menganggap Tasawuf merupakan paham/mazhab bid’ah dan bertentangan dengan Al
Qur’an & Sunnah. Kemudian Al-Ghazali menggabungkan Tasawuf Akhlaqi dan
Tasawuf Amali serta menyesuaikan dengan Aqidah Asy’ariyah (aqidah Suni) dan
Syariah Suni (Fiqh Suni) dengan memperkenalkan Mazhab Tasawuf Dualistik.
Namun karena Fiqh Suni terdiri dari empat mazhab, maka upaya al-Ghazali tidak
mendapatkan legitimasi dari kalangan mazhab2 (Tarekat2) Tasawuf yang terlanjur
menjamur di dunia Suni, dimana masing2 mazhab/tarekat tersebut lebih mengagungkan
para syaikh (guru spiritual) nya masing2.
Golongan Syiah :
Kajian Akhlak dilingkungan Syiah di namakan Irfan sejak awalnya merupakan kajian yang tidak terpisahkan dari
cabang Ajaran Islam lainnya, yaitu Aqidah dan Fiqh yang tentunya diyakini oleh
Golongan Syiah. Irfan mendorong pensucian diri yang sejalan dengan ketentuan
aqidah dan fiqh. Dengan demikian Irfan pada masyarakat Syiah bukanlah merupakan
mazhab tersendiri, melainkan merupakan bagian dari keseluruh sistem Ajaran
Islam menurut pandangan Syiah.
3. Mazhab Kalam/Aqidah/Ushuluddin.
Golongan Suni :
Munculnya Mazhab Kalam dilingkungan Suni berawal dari perbedaan
pandangan dikalangan para Ulama Suni tentang “Takdir”. Sebagian Ulama berpendapat mengatakan segala
sesuatu yang terjadi di alam semesta ini (termasuk kejadian dan perbuatan
manusia) telah ditentukan sepenuhnya oleh Allah SWT. Pandangan ini dinamakan
“Jabariyyah” atau “Tauhid Af’ali”. Sedangkan sebagian Ulama lainnya justru
sebaliknya berpendapat, bahwa manusia memiliki kebebasan penuh (ikhtiyyar)
untuk menentukan takdirnya sendiri. Pandangan ini dinamakan “Qadariyyah” atau
“Tauhid Sifati”.
Berangkat dari pandangan “Jabariyyah” dan “Qadariyyah” maka bermunculan
banyak mazhab kalam di kalangan Suni, seperti : Mu’tazilah, Murjiah, Batiniah,
Asy’ariyah dan lain2-nya. Namun yang patut dikemukakan disini adalah Mazbah
Ahluhadist, Mazhab Mu’tazilah dan Mazbah Asy’ariyah saja, sementara mazhab2
kalam lainnya disamping bersifat sektoral (di ikuti sedikit umat Islam pada
suatu wilayah tertentu) juga tidak berumur panjang, sehingga pengaruhnya tidak
besar terhadap pemikiran Kalam/Aqidah.
Di masa pemerintahan Bani Umayyah, mazhab kalam yang berkembang dan
diakui oleh penguasa adalah Mazhab
Ahluhadist, yang di dirikan oleh para pengikut mazhab fiqh Hanbali.
Mazhab Ahluhadist in sepenuhnya berpijak pada pandangan “Jabariyyah”,
yang sejalan dengan kepentingan politik penguasa Bani Umayyah yang dikenal
dalam Sejarah Islam sebagai para penguasa yang dzalim. Dengan berkembangnya
pandangan “Jabariyyah”, para penguasa Islam yang dzalim berharap umat Islam
dapat menerima semua tindakan penguasa sebagai takdir yang telah ditetapkan
sebelumnya oleh Allah SWT. Dilain pihak para penguasa Bani Umayyah menindas
habis para ulama yang berpandangan “Qadariyyah”.
Kritikan terhadap Mazhab Ahluhadist yang berlandaskan pandangan
Jabariyyah, adalah menutup sepenuhnya pintu ikhtiyar (usaha) manusia untuk
merubah nasibnya dan juga bertentangan dengan prinsip Keadilan Ilahi.
Menurut Mazhab Ahluhadis, jika seseorang itu miskin, maka hal itu ada
memang sudah ditentukan demikian oleh Allah (predestinasi), sekalipun ia
berupaya keras, tetap saja miskin.
Demikian juga seseorang berbuat baik atau berbuat jahat adalah karena
sudah ditetapkan demikian oleh Allah.
Pandangan Qadariyyah yang diusung oleh Mazhab Mu’tazilah baru berkembang leluasa di masa pemerintahan
Kalifah Al Ma’mun, Al Mu’tasim dan Al Watsiq dari Bani Abbas. Adapun tokoh
Mazhab Mu’tazilah yang paling terkemuka adalah Wasil bin Atha’. Namun ketika Al
Mutawakkil naik menjadi Kalifah Abbasiyah, keadaan berbalik, kini Mazhab
Mu’tazillah ditindas habis2an oleh penguasa. Sejak itu kondisi Mazhab
Mu’tazilah tidak pernah pulih kembali sampai sekarang. Artinya sebagai sebuah mazhab yang terorganir
sudah punah, namun ide2 atau metoda/dasar2 pemikirannya masih juga di jadikan
rujukan oleh segelintir umat Islam dari waktu ke-waktu. Seperti misalnya, Kelompok Jaringan Islam
Liberal yang ada di Indonesia
saat ini nampak memiliki kemiripan dalam metoda berpikir Mazhab Mu’tazilah.
Kebalikan dari Mazhab Ahluhadis, maka Mazhab Mu’tazilah justru menitik
beratkan kebebasan sepenuhnya setiap individu untuk menentukan
nasibnya/takdirnya. Kritikan terhadap Mazhab Mu’tazilah diantaranya
pemikirannya seringkali (bahkan pada umumnya) tidak sejalan atau bertentangan dengan
prinsip2 syariat, akhlaq dan aqidah Islam yang tercantum di dalam Al Qur’an dan
Sunnah Nabi SAW.
Kekosongan mazhab kalam dimasa Al Mutawakkil segera di isi oleh Mazhab
Asy’ariyah yang dipelopori oleh Abul Hasan Al Asy’ari. Mazhab ini seperti juga
halnya Mazhab Ahluhadist berpijak pada pandangan Jabariyyah. Hanya saja berbeda
dengan Mazhab Ahluhadist yang mengharamkan penggunaan metoda rasional dan argumentasi
di dalam mengkaji aspek2 aqidah agama (ushul), maka Mazhab Asy’ariyah sampai
batas tertentu masih memperkenankan penggunaan metoda rasional dan argumentasi
berkenaan dengan pembahasan aspek2 aqidah agama (ushul). Namun metoda rasional
dan argumentasi itu tetap berada di bawah lahiriah kata atau teks agama.
Dalam hal pandangan Jabariyyah-nya Mazhab Asy’ariyah ini sama
konservatifnya dengan Mazhab Ahluhadist, oleh karena itu pada sisi ini Mazhab
Asy’ariyah berada secara bersebrangan dengan Mazhab Mu’tazilah.
Mazhab Asy’ariyah kemudian berkembang menjadi mazhab kalam (mazhab aqidah)
bagi sebagian besar Golongan Suni, para
pengikut mazhab fiqh dari Maliki, Syafi’i, Hanafi dan sebagian Hanbali
merujukan pada Mazhab Asy’ariyah dalam hal aqidah, sedangkan sebagian lain dari pengikut mazhab Hanbali (yang merujuk kepada
Ibnu Taimiyyah) tetap menolak Mazhab Asy’ariyah, karena mereka mengharamkan
penggunaan metoda rasional dan argumentasi dalam kajian aqidah agama dengan
alasan atau batasan apapun juga. Mereka itu tetap berpegang pada Mazhab
Ahluhadis sebagai mazhab kalamnya. Berbarengan dengan berdiri-nya Kerajaan
Saudi Arabia, Mazhab Ahluhadis ini berubah
menjadi Mazhab Wahabbi dengan pendirinya Muhammad Abdul Wahab. Didalam
perkembangannya kemudian, Mazhab Wahabbi ini tidak saja merupakan mazhab kalam,
tetapi juga berupaya menjadi mazhab fiqh sendiri, sekalipun masih tetap
berpegang pada pokok2 fiqh Mazhab Hanbali.
Golongan Syiah :
Seperti juga halnya dalam hal cabang ajaran Akhlaq dan Fiqh, maka Syiah
kajian aqidah/kalam merupakan bagian yang integral dengan sistem ajaran Islam,
sehingga tidak ada mazhab kalam di kalangan Syiah, tetapi justru kajian kalam
Syiah mampu melahirkan Ilmu Kalam.
Syiah menolak pandangan Jabariyyah maupun Qadariyyah secara fatalistik.
Tidak ada sepenuhnya Jabr dan tidak ada pula sepenuhnya ikhtiyar. Yang ada dalam
beberapa hal tertentu bersifat Jabr (predestinasi/ditentukan sebelumnya) dan
dalam beberapa hal ikhtiyar (kebebasan mutlak untuk memilih), di antara
keduanya terdapat ruang yang sangat luas, dimana disanalah berperan akal (fikr)
yang tunduk pada fitrahnya, yaitu akal yang tunduk pada Tauhid Dzati (ke-Esaan
Dzat Allah), Tauhid Ibadi (ke-Esaan Allah yang disembah) dan Prinsip Keadilan
Allah.
Penutup
Sesuai dengan maksud dan tujuannya semula, maka melalui tulisan singkat
ini diharapkan pembacanya memperoleh informasi awal atau pengenalan tentang
mazhab2 yang ada di kalangan umat Islam sejalan dengan ke-3 cabang ajaran
Islam, yaitu Aqidah, Akhlaq dan Fiqh.
Akhirnya, melalui tulisan ini pula diharapkan dapat menumbuhkan minat
bagi para pembacanya untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang segala hal
yang terkaitan dengan mazhab2 di dalam masyarakat Islam, melalui penelusuran
literatur terkait yang cukup banyak tersedia di toko2 buku dan perpustakaan.